Laman

Jumat, 22 November 2013

MAWAR PERTAMA DAN TERAKHIR


          Matahari mulai memancarkan senyumnya yang manis di pagi hari yang menyenangkan. Menyenangkan? Ya, hari itu akan menjadi hari yang menyenangkan bagi murid-murid kelas 12 IPA 7 SMA Citra Harapan. Karena pada hari Senin tanggal 4 November 2013, 41 murid-murid itu akan pergi ke puncak untuk mengadakan perpisahan kelas. Bahkan hari itu menjadi salah satu hari yang paling dinantikan sekaligus paling dibenci oleh Alika, salah seorang murid kelas 12 IPA 7 berperawakan Perancis-Indonesia yang selama 3 tahun belakangan ini diam-diam menaruh hati kepada teman sekelasnya yang bernama Firly.
          “Alika, kok bengong aja?! Bantuin gue dong masukin konsumsi-konsumsi ini ke dalam bus,” Laras menepuk pundak Alika dan menyadarkannya dari lamunan yang beberapa hari ini menghantui Alika. “Yaampun, berat banget sih ini ras. Kenapa bukan anak cowok aja sih yang angkatin. Aaa…” seketika Alika kehilangan keseimbangannya selagi menaiki anak tangga bus yang kedua dan suara teriakannya menyadarkan seorang anak laki-laki yang tengah berdiri di samping bus. Secepat kilat anak laki-laki itu berlari menghampiri Alika dan mencoba menangkap Alika yang hendak jatuh namun sayangnya mereka berdua terjatuh karena anak laki-laki itu tidak mampu menahan beban berat Alika dan 2 kardus mineral yang dibawa Alika. “Aww…” ucap anak laki-laki itu. “Duh… bodoh banget sih lo Alika,” omel Alika kepada dirinya sendiri. Sedetik setelah itu Alika baru menyadari bahwa ada seseorang yang mencoba menangkapnya saat ia terjatuh tadi dan kemudian ia melihat sosok seseorang yang sangat ia kenali sedang mengeluh kesakitan di samping Alika. Alika pun terhentak sebangkitnya ia dari kesadarannya mengetahui bahwa seorang anak laki-laki yang baru saja menolongnya adalah seorang anak yang pendiam, pandai, dan sangat dikagumi oleh banyak anak perempuan di sekolahnya. Bisa dikatakan anak laki-laki itu adalah ‘The Most Wanted Guy in The School’ dan anak laki-laki itu bernama Adrian Firly. Yup, anak laki-laki itu adalah orang yang selama ini dikagumi oleh Alika, seseorang yang dapat mewarnai hari-hari Alika, dan satu-satunya orang yang mengisi kekosongan hati gadis cantik berambut hitam lurus, berhidung mancung, dan bermata biru itu. Alika hampir saja tidak mempercayai peristiwa memalukan sekaligus membahagiakan yang baru saja menimpa dirinya sampai seorang gadis yang menggunakan kemeja warna tosca, jeans hitam, dan rambut dikuncir satu datang menghampirinya serta bertanya dengan penuh cemas. “Alika, yaampun kok lo bisa jatoh gitu sih? Lo gak apa-apa kan?” “G…g…gue gak a…pa-apa kok,” jawab Alika terbata-bata. Seketika itu juga Alika dan Firly dikelilingi oleh teman-teman sekelas mereka. “Gak apa-apa gimana, lo jadi gagap gitu ka, nyadar gak sih lo? Pasti ada yang gak beres sama saraf lo,” celetuk Wita, salah satu sahabat dekat Alika. “Aduh Wit, dia itu jadi gagap karena dia shock bukan karena sarafnya ada yang terganggu karena dia jatuh,” jawab Ruby, sahabat Alika selain Laras dan Wita. “Ya…. kali aja gitu saraf dia rusak gara-gara dia jatoh,” celoteh polos Wita yang memecah suasana keheningan menjadi suasana yang penuh tawa dari murid-murid kelas 12 IPA 7. “Lo gak apa-apa kan Fir?” tanya Alika yang cemas akan kondisi Firly. “Gue gak apa-apa kok, cuma lecet sedikit aja. Lo sendiri gak apa-apa kan?” Firly balik bertanya kepada Alika. “Fortunately I’m okay. Thanks ya!” jawab Alika menggunakan Bahasa Inggris yang sangat fasih. Tiba-tiba Laras meminta semua murid kelas 12 IPA 7 naik ke atas bus seolah-olah memotong pembicaraan Firly dan Alika karena mereka sudah harus memulai perjalanan menuju Puncak. Dengan bantuan dari Laras dan Ruby, Alika berusaha berdiri dan masuk ke dalam bus. Sesampainya ia duduk di dalam bus, ia lekas mencubit-cubit pipinya yang tengah memerah itu untuk memastikan bahwa apa yang baru saja dialaminya bukanlah sebuah mimpi. “Ouchhh……..” lontar Alika. Benar saja, pipinya terasa sakit ketika ia mencubitnya. “Oh my God, ternyata ini bukan mimpi. Firly bener-bener udah nolongin gue.” Alika membatin. Yang dirasakan Alika ialah bunga-bunga sedang bermekaran dan kupu-kupu sedang menari sambil berterbangan dengan riang di perutnya. Ia sedang merasakan sesuatu yang paling indah dan membahagiakan yang pernah terjadi di dalam hidupnya. Ia segera merogoh saku jaket pink-putih yang sedang dikenakannya lalu ia mengeluarkan ponsel imut dengan berbagai macam hiasan gantung dan sepasang headset berwarna putih serta langsung mencoloknya ke lubang kecil yang berada di bagian kanan atas ponselnya itu. Ia memencet tombol kunci pada ponselnya, membuka pilihan menu dan memilih untuk membuka Music Media Player. Ia menslide layar ponselnya lalu mencari lagu berjudul ‘I Can’t’ yang dinyanyikan oleh 2PM, boyband korea favoritnya. Ketika intro lagu tersebut mulai dimainkan, ia memejamkan matanya, seraya tersenyum mengingat momen bahagia yang baru saja ia alami. Cahaya matahari menerobos masuk jendela bus yang sedang melaju dengan kecepatan 60 km/jam itu dan menyinari wajah Alika seakan-akan ingin menambah kecerahan Alika saat itu. Semakin lama musik itu dimainkan, semakin terhanyut Alika dalam suasana keceriaan.
          Tak terasa sudah 2 jam 30 menit Alika terlelap dalam tidurnya. Ketika ia terbangun dari tidurnya dan membuka matanya, ia melihat papan bertuliskan ‘Wisma Bumi Asri’. Saat itu juga ia menyadari bahwa ia dan rombongan telah sampai di tujuan. Ia lekas membangunkan Laras yang juga terlelap di sampingnya. Ia menggoyangkan bahu Laras dan tanpa usaha yang cukup banyak Laras pun terbangun dari tidurnya. Setelah keempat roda bus berkapasitan 45 orang itu berhenti dengan sempurna, semua murid kelas 12 IPA 7 secara bergantian dan teratur turun dari bus menuju kamar mereka masing-masing sesuai pembagian yang telah dilakukan sebelumnya. Karena mereka sampai pada jam makan siang, seusai menaruh dan membereskan barang-barang yang dibawa, mereka langsung mrnuju tempat makan untuk menyantap makan siang.
          Meja oval berkapasitas 4 orang itu ditempati oleh Alika, Laras, Wita, dan Ruby. Setelah meneguk jus jeruk dingin yang baru saja diambilnya, Laras memulai pembicaraan di antara mereka. “Eh, kalian ngerasa ada yang aneh sama Firly gak? Kok dia tiba-tiba nolongin Alika ya tadi? Padahal kan banyak anak-anak lain yang posisinya lebih deket daripada dia ke Alika. Jangan-jangan….” “Jangan-jangan apa sih ras?” tanya Alika. “Jangan-jangan dia suka sama lo, ka,” sahut Wita. “Bisa jadi tuh ka! Kan jarang-jarang dia begitu,” tambah Ruby. “Ah kalian jangan buat gue geer gini deh,” ucap Alika. Memang benar, selain Alika, ketiga sahabatnya itu mengetahui bahwa Alika menaruh perasaan kepada Firly. Dan mereka bertiga serentak mendukung Alika karena menurut mereka Firly adalah anak yang baik. “Ngomong-ngomong kan kita udah kelas 12 dan bentar lagi mau pisah, lo masih tetep gamau ngaku sama Firly kalo selama 3 tahun ini lo menaruh perasaan ke dia, ka?” tanya Wita penuh penasaran. “Ya mau gimana lagi Wit, gue malu kalo harus mulai duluan. Kalau dianya suka juga sih gue seneng banget tapi kalau dianya gak suka, mau ditaro dimana muka gue?” jawab Alika seraya memotong daging yang ada di hadapannya. “Tapi serius deh, gue sering banget mergokin Firly diem-diem curi pandang sama lo, ka. Gue yakin dia punya rasa yang sama juga sama lo,” lanjut Wita penuh antusias. Seketika itu juga Alika menelan potongan daging yang baru saja dipotongnya secara bulat-bulat dan alhasil ia tersedak. Untungnya ia langsung meneguk air putih yang ada di depannya dan ia terselamatkan. “Ah, enggak ah, mungkin lo salah liat kali Wit,” balas Alika dengan sedikit gugup. Sebenarnya di dalam hati Alika, ia senang mendengar pernyataan Wita barusan, ia berharap apa yang dikatakan Wita benar adanya. “Kalian udah selesai kan makannya? Yuk kita ke kamar, istirahat sebentar sekaligus persiapan buat acara nanti malem,” ucap Ruby. Setelah mereka menyelesaikan semua makanan mereka, mereka pun bergegas pergi ke kamar.
          Jam tangan mungil berwarna silver yang dihiasi beberapa butir kristal Swarovski milik Alika pemberian dari ayahnya itu menunjukkan pukul 19.30 WIB. Seusai murid-murid kelas 12 IPA 7 menyelesaikan makan malam mereka, kini saatnya mereka melaksanakan acara puncak mereka. Di halaman wisma yang cukup luas itu beberapa anak laki-laki tampak sedang menyiapkan api unggun. Rencananya mereka semua akan berkumpul membentuk lingkaran mengelilingi api unggun dan menyampaikan kesan dan pesan mereka saat bersama-sama menuntut ilmu di kelas 12 IPA 7 SMA Citra Harapan. Setelah 15 menit persiapan, akhirnya dimulailah acara puncak tersebut yang dibuka dengan penampilan dari 2 murid laki-laki yang memainkan gitar dan 3 murid perempuan yang menyanyikan 3 buah lagu untuk menghibur dan meramaikan suasana. Akhirnya, inilah saatnya keempat puluh satu murid-murid untuk menyampaikan pesan dan kesan mereka. Setelah beberapa murid menyampaikan pesan dan kesan mereka, tibalah waktu untuk Firly melakukan hal yang sama. “Pertama-tama gue mau bilang makasih buat semua temen-temen kelas 12 IPA 7. Tanpa kalian, gue gaakan bisa jadi Firly yang kayak sekarang. Sebelum kenal kalian gue bener-bener susah buat bersosialisasi sama orang lain, gak kenal sama dunia luar tapi kalian semua tanpa kenal lelah mengajari gue akan pentingnya peran orang lain dalam kehidupan gue. Dan hasilnya sekarang gue bisa lebih pede buat natap dunia luar. Dan yang terakhir gue punya pesan buat seseorang yang selama beberapa tahun ini udah jadi semangat hidup gue. Makasih udah nyadarin gue akan pentingnya hidup dan indahnya kebahagiaan. Mungkin tanpa dia, gue gak akan bisa ngerayain malem perpisahan ini bareng kalian. Tanpa dia mungkin gue bakalan jadi bunga mawar yang udah mati karena kekurangan cahaya mataharinya. Thank you for shining my day, my sunshine.” “CIEEEEEEEEEEEEEEEE!” dengan kompaknya semua murid kelas 12 IPA 7 bersorak. Lain halnya dengan Alika yang tertegun setelah mendengar perkataan Firly. Entah dia bahagia atau ia sedih mendengarnya. Satu-satunya harapan dia adalah seseorang yang baru saja disebut Firly ialah dirinya.
          Setelah acara puncak selesai, Alika pun duduk menyendiri di kursi panjang dekat halaman. Ia terus saja memikirkan apa yang dikatakan Firly saat acara puncak tadi. Apakah itu dirinya? Ataukah yang dimaksud Firly adalah Dania yang selama ini cukup dekat dengannya? Seketika lamunan Alika terbuyarkan oleh sebuah jaket yang tiba-tiba hinggap di pundaknya. Betapa terkejutnya Alika ketika menyadari bahwa Firly tiba-tiba muncul di hadapannya dan ia baru saja menaruh jaketnya di pundak Alika. “Kok sendirian aja? Awas nanti tiba-tiba ada yang dateng buat nemenin. Wisma ini kan katanya angker lho,” ledek Firly yang mencoba mengakrabkan suasana diantara mereka. “Yang tiba-tiba dateng itu kan lo Fir, berarti lo itu…….” balas Alika. “Ah, enggaklah gue bukan hantu kok, hahaha” ungkap Firly. “Percaya deh percaya. Cie banget yang tadi abis ngungkapin perasaannya buat si sunshine. Hahahaha, lucu banget sih lo Fir tadi,” canda Alika. “Ya mumpung ada kesempatan kenapa gak gue manfaatin buat jujur sama perasaan gue sendiri,” balas Firly dengan santai. “Tapi kenapa gak langsung ngomong sama orang itu aja? Kenapa harus di depan temen-temen?” tanya Alika yang secara tak sadar sedang menginterogasi Firly. “Gue bakalan jujur sama orang itu saat prom night nanti, just wait for it.” balas Firly seraya menatap Alika dengan mata yang berbinar-binar. Alika pun balas menatap Firly dengan mata yang tak kalah berbinar. Dan tanpa mereka sadari, mereka saling melempar senyum. “By the way, rose is my favorite flower. Kok lo bisa kepikiran buat perumpamaan pake bunga mawar?” ucap Alika tak sengaja. “Really? Entahlah, gue tiba-tiba kepikiran bunga itu, hehe,” jawab Firly. Tiba-tiba butir-butir kristal turun dari langit membasahi rumput-rumput hijau dimana Alika dan Firly berpijak, membuat sepasang remaja yang sedang berbincang-bincang di kursi halaman itu terpaksa untuk menyudahi percakapan mereka lalu masuk ke kamar mereka masing-masing dan beristirahat karena keesokan harinya mereka harus sudah kembali pulang ke rumah.
          Sampailah hari dimana murid-murid kelas 12 IPA 7 harus menyudahi acara perpisahan mereka. Di pagi yang cerah itu, sebelum murid-murid menaiki bus untuk pulang ke rumah masing-masing, mereka melakukan foto bersama. Setelah foto bersama 1 kelas, beberapa murid foto bersama teman dekat mereka masing-masing. Tiba-tiba Firly menghampiri Alika dan mengajaknya foto bersama. Alika pun terperangah namun ia tetap mengiyakan ajakan Firly tersebut. Setelah foto berdua dengan Firly, Alika tidak dapat berhenti tersenyum malu dan pipi putihnya berubah warna menjadi merah bak buah tomat segar. Ternyata mimpi buruk Alika selama ini tentang acara perpisahan pertamanya dengan Firly berakhir membahagiakan. Namun ia harus tetap waspada karena perpisahan yang sesungguhnya akan tiba pada saat prom night. 4 dan 5 November 2013 adalah dua hari terindah dalam hidup Alika dan ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak melupakannya.
          Satu bulan kemudian, tibalah dimana hari perpisahan Alika dan Firly yang sesungguhnya akan terjadi. Di dalam sebuah ballroom yang cukup luas dengan diselimuti hiasan berornamen klasik itu murid-murid kelas 12 SMA Citra Harapan sedang merayakan prom night mereka. Lagu-lagu instrument klasik berkumandang seolah ingin ikut meramaikan suasana malam itu. Ada yang berdansa bersama pasangan mereka, ada yang sedang menikmati hidangan makan malam dan bahkan ada yang hanya sekedar berbincang-bincang dengan rekannya. Di sudut ruangan, dekat meja yang diatasnya terdapat cupcakes dengan berbagai hiasan lucu, Alika bersama ketiga sahabatnya sedang berbincang-bincang. Namun Alika terlihat tidak fokus karena ia terus memandang ke sekeliling ruangan untuk mencari sosok Firly. Sayang, ia tidak melihat sosok yang sangat dirindukannya itu. “Ka, kok gak fokus gitu sih, nyariin siapa? Firly ya?” Laras tiba-tiba menyadarkan Alika. “Iya nih, kok dia gaada ya? Apa dia gak dateng?” jawab Alika lemas. “Mungkin dia telat aja kali, ka. Atau mungkin dia berangkat sama Arnold, jadi harus jemput Arnold ke rumahnya dulu” ungkap Ruby yang mencoba menenangkan Alika. Tiba-tiba pintu utama ballroom yang cukup besar dan berwarna emas itu dibuka oleh seseorang dengan kasar, mengejutkan semua orang yang ada di dalam ruangan. “Guys, ada kabar buruk! Teman kita ada yang kecelakaan. Firly anak kelas 12 IPA 7 kecelakaan!” Seketika Alika terhentak mendengar perkataan Sammy. Ia pun langsung lari menuju Sammy, meminta Sammy untuk mengantarnya ke Rumah Sakit dimana Firly berada. Alika, Sammy, Laras, Wita dan Ruby pun akhirnya pergi menuju Rumah Sakit Helvetia. Dengan perasaan yang kalut, Alika tidak dapat berfikir jernih. Ia takut Firly tidak bisa diselamatkan. Setelah 20 menit perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah sakit itu. Mereka semua langsung berlari menuju unit gawat darurat, melalui lorong panjang rumah sakit diiringi dengan suara hentakan kaki kelima remaja yang memecah keheningan malam di rumah sakit itu. Sesampainya mereka di depan pintu unit gawat darurat, mereka melihat Arnold, sahabat Firly yang sedang duduk sambil menundukkan kepalanya dan ia terlihat sangat terpukul. “Nold, mana Firly? Firly gak kenapa-napa kan? Firly baik-baik aja kan?” Alika bertanya dengan penuh kekhawatiran. Arnold tak kuasa menjelaskan keadaan Firly kepada Alika. Terpaksa Alika masuk ke dalam ruang unit gawat darurat. Sesampainya ia di dalam, ia terkejut karena ia tidak dapat menemukan satu orang pun terbaring kecuali seseorang yang ditutupi oleh kain putih yang sudah berlumuran darah. Bibir kecil Alika terkatup, jari-jari mungil Alika menutup mulutnya. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia kembali ke luar ruang unit gawat darurat dan bertanya kepada Arnold untuk memastikan apa yang ia lihat. Pada akhirnya Arnold mengatakan bahwa memang benar Firly sudah meninggal. Nyawanya tidak dapat terselamatkan. Kecelakaan yang dialaminya sangatlah hebat. Diduga kecelakaan itu terjadi karena penyakit Firly kambuh ketika ia sedang mengemudi, menyebabkan ia kehilangan kesadaran dan akhirnya terjadilah kecelakaan tragis itu. Ya, selama ini ternyata Firly mengidap kanker otak stadium 3. Ia berjuang melawan penyakitnya selama ini karena Alika. Namun ia tidak pernah menceritakan kepada siapapun kecuali Arnold. Tak lupa Arnold memberikan sebuah kotak berwarna merah muda dan satu bucket bunga mawar merah, bunga kesukaan Alika, yang ditemukan polisi di kursi depan mobil Firly kepada Alika. Bunga mawar itu sudah tidak seindah bunga mawar biasanya sebab sudah berlimbahan darah. Secara perlahan Alika membuka kotak merah muda itu dan ia menemukan sebuah foto dan sebuah kartu. Foto itu adalah foto Firly dan Alika saat mereka merayakan acara perpisahan kelas mereka. Kebetulan mereka menggunakan pakaian dengan warna yang sama saat itu, yaitu warna biru. Di foto itu tersirat senyum bahagia dari Firly dan Alika. Mereka berdua benar-benar tampak seperti pasangan kekasih yang tampan dan cantik. Di bagian belakang foto itu, Firly menulis, ‘Aku dan semua yang kuinginkan dalam hidup.’ Alika pun tak kuasa menahan air matanya ketika membaca kata-kata tersebut. Ia tak menyangka bahwa selama ini Firly juga menyimpan rasa yang sama kepada Alika. Setelah melihat foto itu, Alika membuka kartu berwarna merah yang juga terdapat di dalam kotak itu. “Makasih ya Alika udah jadi sunshine buat aku. Hari ini aku akan nepatin janji aku buat jujur sama orang yang selama ini jadi sunshine buat aku. Aku suka sama kamu sejak pertama kita ketemu. Will you be my girlfriend?” air matanya mengalir semakin deras, badannya pun terasa lemas, ia terjatuh, ia tak dapat menopang tubuhnya sendiri. Ia tidak dapat menerima tamparan kenyataan yang sedang menimpanya. Hatinya benar-benar hancur. Hatinya tercabik-cabik oleh fakta bahwa Firly sudah tiada. Ia seakan-akan kehilangan hasrat untuk hidup. Satu-satunya orang yang bisa membuatnya bahagia sudah tidak lagi bisa melakukan hal yang serupa untuknya. Bahkan orang itu telah pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan Alika bersama harapan-harapan kosongnya dan memori-memori indah bersama dengan orang itu. Tak pernah Alika duga bahwa mimpi buruk yang selama ini menghantui Alika benar-benar akan terjadi. Alika tidak bisa berhenti menatap kotak merah muda dan satu bucket mawar merah itu. Tak disangka, mawar merah itu menjadi mawar pertama dan terakhir yang diberikan Firly untuk Alika.